![]() |
ilustrasi/internet |
Tadi malam, (22/ November 2016), saat dalam perjalanan
pulang ke rumah, tiba-tiba hujan turun deras. Lalu saya memilih singgah di
depan sebuah ruko untuk berteduh. Di belakang saya, seorang pemuda mengendarai
sepmor (CBR) juga ikut singgah di tempat yang sama.
Tak ada orang lain, hanya kami berdua. Obrolan sempat
mengalir beberapa saat, meski kami tidak saling kenal. Tetapi saya tidak fokus.
Istilahnya hanya sekadar basa-basi saja.
Lalu kami saling sibuk dengan handphone (hp) masing-masing,
sambil menunggu hujan jeda. Tapi hujannya semacam awet begitu, khak.
Mungkin karena tak sanggup menunggu atau ada hal mendesak
lainnya, si pemuda tadi memilih melanjutkan perjalanannya, meski hujan belum
berhenti. Karena saya tipe penyabar, maka saya pilih menunggu saja hingga hujan
benar berhenti. Lebay sedikit, hik hik hik.
Oya, tak lama setelah pemuda itu pergi. Seorang pria lain
singgah di lokasi yang sama; juga untuk berteduh. Pria ini, mengendarai sepmor
jenis Vario. Dia sepertina jujur. Buktinya, dia langsung menegur saya dan
menanyakan hp siapa yang tertinggal di kursi. Kebetulan kursi itu tidak begitu
jauh dari posisi saya.
Saya teringat, si pemuda tadi sempat duduk di kursi
tersebut. Spontan saja saya menjawab, hp itu milik seorang pemuda pengendara
CBR, yang juga sempat singgah untuk berteduh tadi.
Kami sepakat membuka hp (yangg tergolong mahal) itu, dan
ternyata benar ada foto si pemuda tersebut mengenderai sepmornya. Hore..., saya
benar. Pria penemu ini pun tanpa ragu langsung menyerahkan hp tadi kepada saya.
Kalau menggelapkan, sah-sah saja toh sang penemu dan pemilik
hp tidak ada yang mengenali saya. Tinggal mematikan dan membuang kartu sim saja,
selesai. Hp yang saya taksir sekitar lebih dari Rp 2 jutaan itu, jadi deh milik
saya.
Pemirsa. Karena hp itu bukan milik saya, maka saya tidak
punya hak untuk menguasainya apalagi menjual. Mungkin saja lolos dari
pemiliknya. Tapi tidak dengan Tuhan (Allah) saya, di hari pertanggung jawaban
nanti.
Sempat berpikir, andai saja tiga unit hp saya yang juga hilang
beberapa bulan lalu, kemudian sang penemu atau pengambil (bila benar diambil),
mengembalikannya. Tentu akan saya beri hadiah untuk dia. Ah, ya sudah. Nasi
telah menjadi bubur. Lagian nanti hanya ada dua tempat: surga dan neraka.
Karena bukan sebagai pemilik, maka saya merasa bertanggung
jawab untuk memberitahukan ke beberapa nomor telepon yang ada di buku telepon
hp tadi dengan bunyi; hp tertinggal, bla bla bla.
Sekitar satu jam kemudian, sang pemilik menelepon ke salah
satu nomor di hp yang saya pegang itu, karena hp ini dua kartu. Saya bertanya
beberapa poin penting, isi tentang hp tadi.
Setelah saya interogasi, mulai dari foto dan lain sebagainya
kepada orang. Ternyata benar. Pemuda ini adalah pemilik sah.
Kami sepakat membuat pertemuan di sebuah tempat. Dan, kami
kembali mengobrol (tetapi tidak lama). Kemudian hp tadi saya kembalikan kepada
yang berhak.
Lalu, pemuda itupun berterimakasih dan berlalu pergi. (*)
No comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.