Sunday, 1 January 2017

Kisah dara kurang sopan!

foto ilustrasi: internet
Suatu ketika, saya bertanya dengan sopan kepada seorang gadis remaja. Sepertinya, dara ini tidak asing di saya. Pertanyaan tidak muluk-muluk. Berikut pertanyaan dan jawabannya:

Saya: “Kamu tinggal di desa polan ya?.” 

Dara: “Ia, kenapa?,” jawab gadis itu dengan nada kurang sopan.

Saya: "Kamu anak siapa ya?," tanya saya penuh sopan, karena sebagian orang di desa itu saya kenali.

Dara: "Anak orang!," jawabnya enteng.

Mendapati jawaban seperti itu, saya merasa kesal. Refleks. Saya langsung menimpali begini:

Saya: "Oe, saya pikir bukan...," beberapa teman di samping saya terdiam, selang beberapa detik, mereka tertawa terbahak-bahak.

Kalaupun dara tadi, ingin menghindari misalnya godaan atau rayuan orang jahat. Tentu masih banyak bahasa lain yang bisa digunakan dengan sopan, agar orang tidak sakit hati.

Kemudian, anak remaja itupun malu dan berlalu pergi begitu saja. Semoga artikel ini dapat bermamfaat. (*)



Ikan ‘Bagok’ dan Sembilang

foto ilustrasi: internet
Sebuah sore pada, 26 Juni 2016, saya dan Malek berangkat ke Ujung Pacu, Muara Satu, Kota Lhokseumawe. Tentu saja untuk memancing ikan di sungai kawasan itu. Targetnya adalah ikan kakap.

Sudah sekitar 1 jam 30 menit kami memancing di lokasi ini. Sepi. Tak ada tanda-tanda ikan akan menyerang. Lalu, tiba-tiba strike. Ikan bagok-sejenis ikan patin- manyambar mata kail Malek. Bobotnya sekitar 4 ons, hahahaa.

Sementara di mata kail saya, hanya tersangkut kalau tidak salah ikan sembilang, sayangnya ikan itu berhasil lolos dari perangkap, sebelum sampai ke darat. Mungkin belum rezeki.

Meski tak ada ikan lain menyambar mata kail kami, setidaknya saya benar-benar puas sore itu. Jam tangan sudah menunjukkan pukul 18.10 WIB. Kami-pun sepakat untuk pulang, karena waktu berbuka puasa hampir tiba.

Sore itu, kami berbuka puasa di Kota Lhokseumawe di sebuah warung kopi. Malek sepertinya belum puas. Ia masih mencari tempat lainnya untuk memancing, setelah salat tarawih berlangsung malam itu.

Karena peralatan untuk memancing pada malam hari tidak kami persiapkan. Akhirnya kami urungkan niat itu.

Dalam perjalanan pulang itu, saya sempat berpikir begini: bila Tuhan belum mengizinkan (rezeki itu), secangggih apapun alat dan sejauh manapun kita pergi, tetap saja belum ada hasil. 


Tetapi tetap harus berdoa dan terus berusaha. Semoga besok atau lusa kami beruntung.(*)